Perkara Lahan Eks-Taman BMW, PT BMP: Permohonan Intervensi Pemprov Janggal

Ilustrasi
JAKARTA, JO- Perkara lahan eks Taman BMW antara PT Buana Permata Hijau (BPH) melawan Gubernur DKI Jakarta dan BPN Jakarta Utara di PTUN DKI Jakarta sudah memasuki sidang yang kedua pada 14 Agustus 2014 lalu, dan segera memasuki sidang ke-3 pada Kamis, 21 Agustus 2014 mendatang.

Informasi yang diperoleh, Senin (18/8) pagi, dalam dua kali sidang sebelumnya, pihak BPN Jakut belum bisa menyampaikan jawaban atas materi gugatan PT BPH, dan Majelis Hakim di PTUN DKI Jakarta menyatakan agar pada sidang berikutnya tergugat sudah harus menyampaikan jawaban.

"Majelis Hakim juga mewanti-wanti agar jangan sampai lewat tiga kali sidang jawaban pun belum disampaikan oleh tergugat (Badan Pertanahan Kota Jakarta Utara-Red), karena jika lewat tiga kali maka semua dalil gugatan penggugat secara hukum dinyatakan benar dan gugatan dikabulkan," kata Andres Gomez Napitupulu, perwakilan dari PT BMP dalam siaran pers yang dikirimkan kepada JakartaObserver.com, Senin (18/8) pagi.

Dikatakan juga, pada persidangan pertama pada Kamis (7/4) lalu, Pemprov DKI Jakarta yang berencana melakukan Intervensi atas gugatan tersebut secara lisan karena merasa terkait kepentingan dengan gugatan tersebut, dan pada persidangan ke-2 ini Majelis Hakim PTUN DKI Jakarta dalam Perkara Register Nomer : 123/G/2014 telah menerima Permohonan Intervensi dari Pemprov DKI Jakarta secara tertulis melalui Kuasa Hukumnya.

Majelis Hakim, menurut Andrez Gomez, sudah menyatakan akan mempelajari permohonan Intervensi tersebut terlebih dahulu untuk diputuskan diterima atau ditolak oleh Majelis Hakim pada persidangan ke-3 Kamis (21/8) jam 10.00 WIB.

Dalam pandangan Andres Gomez, permohonan Intervensi Pemprov DKI Jakarta atas gugatan PT BPH itu menjadi dilema dan janggal bagi Pemprov DKI dimana selama ini Pemprov DKI Jakarta selalu menyatakan kepada publik bahwa di lahan eks Taman BMW itu sudah tidak terjadi masalah dan tidak ada sengketa dan siap dibangun Stadion bertaraf Internasional.

"Namun dengan adanya Permohonan Intervensi atas Gugatan PT Buana Permata Hijau itu membuktikan bahwa Pemprov DKI Jakarta secara resmi mengakui bahwa terdapat permasalahan dan sengketa sejak dulunya dan belum selesai," katanya.

Sebelumnya, PT BPH memajukan gugatan akibat merasa dirugikan dengan terbitnya Sertifikat Hak Pakai Nomer 250/Kelurahan Papanggo seluas 72.858 M2 dan Sertifikat Hak Pakai Nomer 251/Kelurahan Papanggo seluas 35.098 M2.

Kedua Sertifikat tersebut tertulis kepemilikan atas nama Pemprov DKI Jakarta yang merupakan objek sengketa gugatan ini. Sedangkan pada semua luas tanah yang di sertifikatkan Pemprov DKI Jakarta tersebut terdapat lahan yang di klaim milik PT Buana Permata Hijau berdasarkan bukti-bukti yang diajukan di PTUN DKI Jakarta.

Lahan dalam sengketa ini sesungguhnya telah dibebaskan oleh PT BPH dari para penggarap sejak tahun 1973. Dan dasar pembebasan yang pernah diupayakan oleh Pemprov DKI Jakarta kepada PT BPH pada tahun 1993 yang berujung pada konsinyasi ganti kerugian di Pengadilan Jakarta Utara sesungguhnya secara hukum sudah tidak berlaku dan telah batal demi hukum pada tahun 1993.

Dalam gugatannya PT Buana Permata Hijau melalui Kuasa Hukumnya Hariyanto & Partners meminta Majelis Hakim PTUN DKI Jakarta untuk menunda Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut sekaligus menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Tata Usaha yang menjadi objek sengketa atau menunda atau membatalkan kedua Sertifikat Hak Pakai tersebut. (jo-2)


Mengunjungi London? Cek Daftar Hotel, Bandingkan Tarif dan Baca Ulasannya

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.