Fahira Idris
JAKARTA, JO- Anggota DPD RI terpilih Fahira Idris menilai 10 tahun terakhir ini belum ada terobosan yang tegas terkait perlindungan anak, terutama dari sisi regulasi dan penindakan yang membuat efek jera, apalagi upaya preventif.

Pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Sidang Bersama DPR dan DPD RI di Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat (15/8) tidak memaparkan upaya pemberian perlindungan kepada anak-anak dari kekerasan yang marak belakangan ini.

“Padahal 10 tahun belakangan ini belum ada terobosan yang tegas terkait perlindungan anak, terutama dari sisi regulasi dan penindakan yang membuat efek jera, apalagi upaya preventif,” ujar Fahira Idris yang juga Ketua Yayasan Anak Bangsa Mandiri dan Berdaya, di Jakarta, hari ini.

Dikatakan, dari tahun ke tahun, jumlah kekerasan terhadap anak semakin meningkat. Sepanjang 2013, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menerima pengaduan kekerasan anak sebanyak 3.023 kasus atau 60 persen lebih banyak dibanding 2012.

Dari jumlah ini, 58 persennya merupakan kasus kejahatan seksual terhadap anak. Ini artinya sepanjang 2013, setiap harinya, Komnas PA menerima puluhan pengaduan kasus.

Fahira mengatakan, jika tidak ada terobosan dari para pengambil kebijakan di negeri ini dan masyarakat diam saja, bukan mustahil kasus pelecehan di TK JIS atau kekerasan fisik yang dialami bocah Iqbal dan banyak lagi kasus kekerasan anak, bahkan sampai merenggut nyawa, akan terus berulang,

Tidak adanya efek jera bagi pelaku kekerasan fisik dan seksual terhadap anak di Indonesia, lanjut Fahira, menjadi pangkal sebab. Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak, hanya mengancam pidana penjara maksimal 15 tahun dan minimal 3 tahun untuk pelaku kekerasan terhadap anak.

“Pasal 292 KUHP malah lebih ringan. Pelaku pencabulan terhadap anak hanya dihukum maksimal lima tahun. Untuk itu saya meminta kepada Presiden SBY, diakhir masa jabatan ini segera merevisi UU Perlindungan Anak dengan tekanan memberi hukuman yang lebih berat kepada pelaku kekerasan terhadap anak sehingga ada efek jera,” ujar Fahira.

Menurut Fahira, terobosan-terobosan seperti hukuman mati, hukum pengebirian secara kimiawi, sanksi sosial, public notice dan berbagai terobosan lain dengan tujuan efek jera bisa menjadi salah satu opsi mengakhiri maraknya kekerasan terhadap anak beberapa tahun belakangan ini.

Karena, negara-negara lain yang sudah menerapkan hukuman mati dan terobosan hukum lain misalnya public notice berhasil menurunkan angka kekerasan terhadap anak di negaranya.

Dalam pidato kenegaraan, Presiden memang sempat memaparkan keberhasilan anak-anak Indonesia bersaing dalam berbagai Olimpiade Internasional dan selama 10 tahun ini dan pemerintah membuka pintu kesempatan yang lebih besar bagi anak-anak keluarga miskin untuk mengenyam pendidikan tinggi.

Namun, Presiden SBY tidak menjelaskan apa saja upaya pemerintah untuk memberi perlindungan kepada anak-anak dari kekerasan. (jo-4)

Mengunjungi London? Cek Daftar Hotel, Bandingkan Tarif dan Baca Ulasannya

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.