Fahira Idris Minta Pemilihan Ketua DPD Harus Steril dari Politik Uang

Fahira Idris
JAKARTA, JO- Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terpilih dari daerah pemilihan DKI Jakarta, Fahira Idris menilai, tidak diaturnya secara baku dan rinci mekanisme pemilihan pimpinan DPD dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dikhawatirkan akan memunculkan politik uang.

Itu sebabnya, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (23/7), Fahira meminta agar Ketua dan Wakil Ketua DPD sebaiknya dipilih secara langsung dan terbuka, dan tata tertib pemilihan diatur dengan mencegah celah terjadinya politik uang itu.

Hal itu disampaikan karena DPD berbeda dengan DPR yang terwakili oleh fraksi-fraksi. DPD diisi oleh ndividu-individu yang mewakili provinsi, di mana masing-masing provinsi diwakili empat orang.

“Terlepas dari mekanisme pemilihannya nanti, semua anggota DPD berhak untuk memilih dan dipilih menjadi pimpinan. Makanya, segala proses di DPD, termasuk nanti saat proses pemilihan pimpinan DPD harus terbuka dan transparan agar masyarakat percaya. Kita (DPD) harus steril dari politik uang,” ujar Fahira.

Fahira Idris mengatakan, di tengah kepercayaan masyarakat yang terus turun terhadap lembaga legislatif baik di pusat maupun daerah, idealnya DPD harus mampu menjadi saluran alternatif yang bisa dipercaya dan diandalkan rakyat Indonesia.

“Terserah nanti teknis mekanisme penyaringan calon apakah berdasarkan sistem tiga wilayah Indonesia Barat, Tengah, Timur; dipilih secara paket (ketua dan wakil ketua) atau sistem yang lain. Tetapi yang paling penting, prosesnya dipilih secara langsung. Artinya satu orang, satu suara,” jelas perempuan yang memperoleh suara terbanyak di DKI Jakarta ini.

Substansi yang paling penting dari pemilihan pimpinan DPD ini, lanjut Fahira, adalah sejauh mana para pimpinan DPD nanti mampu memainkan perannya sebagai motor yang bisa membawa kepentingan daerah menjadi kebijakan nasional serta punya komitmen terus memperjuangkan kesetaraan antara DPD dengan DPR.

Pada bagian lain, Fahira juga menyampaikan kritiknya terhadap UU MD3 yang menghapus ketentuan terkait keterwakilan perempuan pada posisi strategis di parlemen.

“Menurut saya, ini sebuah langkah mundur. Di saat berbagai kementerian, lembaga negara, dan partai politik mempunyai kebijakan ketewarkilan perempuan, parlemen yang seharusnya menjadi contoh malah mengabaikan hal ini,” ungkap Fahira yang juga aktivis perempuan ini. (jo-4)

Mengunjungi London? Cek Daftar Hotel, Bandingkan Tarif dan Baca Ulasannya | Wisata ke New York? Cek Daftar Hotel, Bandingkan Tarif dan Baca Ulasannya | Jalan-jalan ke Las Vegas? Cek Daftar Hotel, Bandingkan Tarif dan Baca Ulasannya

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.