Satu Televisi Pro-Jokowi, Empat untuk Prabowo, KPI Sebut Langgar Independensi dan Etik

Ilustrasi
JAKARTA, JO- Tidak netralnya sejumlah stasiun televisi dalam pemberian porsi pemberitaan, iklan maupun durasi kepada masing-masing calon presiden (capres) menjadi sorotan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi I dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi I Ramadhan Pohan, pihak KPI yang dipimpin ketuanya, Judhariksawan membeberkan pantauan mereka pada 19-25 Mei 2014. Dari beberapa stasiun televisi yang dipantau, lima stasiun televisi diketahui tidak netral dan berpihak kepada salah satu pasangan capres.

Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho mengungkapkan, empat stasiun televisi yakni TVOne, RCTI, MNC dan Global TV terlihat memberikan porsi lebih banyak kepada Prabowo-Hatta, sementara MetroTV memberikan porsi terbesar ke Jokowi-JK.

"Frekuensi yang diberikan MetroTV lebih banyak ke Jokowi-JK dibandingkan Prabowo, baik iklan, durasi maupun pemberitaan. Dalam hal pemberitaan TVOne lebih banyak ke Prabowo-Hatta juga dari sisi durasi yang lebih panjang. Sementara RCTI, MNC dan Global lebih banyak ke Prabowo-Hatta dengan durasi yang lebih panjang juga," katanya.

Diakuinya hal ini sangat mengganggu publik, melanggar prinsip independensi dan melanggar etik UU No32/2002 tentang Penyiaran. "Kami sudah mengeluarkan surat peringatan kepada 5 stasiun televisi yang tidak berimbang ini," sambungnya.

Dikatakan, KPI sendiri telah melarang iklan saling menyerang meskipun jenisnya masih tergolong negative campaign belum masuk kategori black campaign. "Untuk black campaign di televisi memang belum, tapi di media cetak sudah ada. Itu sebabnya nanti dalam peresmian Gugus Tugas Pengawasan Pilpres 2014 yang akan berlansung Selasa besok, kami mengundang dua pasangan capres," kata Fajar Arifianto Isnugroho.

Dalam rapat ini sejumlah anggota DPR mengaku gelisah dengan apa yang dipertontonkan sejauh ini di televisi khususnya terkait pilpres. Apalagi sejumlah kalangan telah menyampaikan protes dampak yang bisa terjadi jika televisi menyiarkan berita atau berita yang berisi kampanye negatif dan saling menjatuhkan secara tidak sehat.

Bahkan anggota Komisi I DPR Evita Nursanty mengingatkan juga kemungkinan menyusupnya kepentingan politik capres saat digelarnya Piala Dunia beberapa saat lagi. "Kita tahu siapa pemegang hak siar Piala Dunia ini, bisa dimasuki kepentingan-kepentingan lain," katanya.

Evita juga menyoroti sanksi atau peringatan yang disampaikan KPI tidak cukup efektif karena memang lembaga ini tidak diberikan kewenangan penindakan.

Terkait Piala Dunia, hal itu diamini komisioner KPI Agatha Lily. Menurutnya, siaran Piala Dunia ditonton jutaan orang di Indonesia, merupakan yang sangat besar jumlahnya dibandingkan negara lain. (jo-2)

Mengunjungi London? Cek Daftar Hotel, Bandingkan Tarif dan Baca Ulasannya

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.