Kemana Arah Koalisi Partai-partai Berbasis Massa Islam?

Ilustrasi
Oleh Dr Umar S Bakry

KEMANA arah koalisi partai-partai berbasis massa Islam? Apakah mereka akan bergabung dengan poros PDI Perjuangan yang mengusung Jokowi sebagai capres? Akankah mereka memilih berkoalisi dengan Partai Golkar, atau bersinergi dengan Partai Gerindra mendukung Prabowo Subianto? Ataukah gagasan koalisi “Poros Tengah” Jilid II menjadi alternatif?

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu masih belum jelas. Masalahnya, hingga kini belum ada sinyal yang kuat yang mengindikasikan kemana partai-partai berbasis massa Islam akan berlabuh. Peta koalisi masih sangat cair. Bahkan PDI Perjuangan sebagai pemenang Pileg 2014 yang diprediksi akan kebanjiran rekan koalisi, ternyata baru memastikan bisa menggandeng PartaiNasDem.

Dari empat partai berbasis massa Islam yang hampir pasti lolos parliamentary threshold (PT), belum ada satu partai pun yang secara transparan akan berkoalisi dengan siapa. Pertemuan partai-partai dan ormas Islam di Cikini belum lama ini juga tidak mengisyaratkan apakah akan mendukung Jokowi, ARB, Prabowo atau akan membentuk koalisi alternatif.

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang semula diperkirakan akan mengarah ke PDI Perjuangan kelihatannya mulai mengambil jarak karena statement Jokowi yang tidak menginginkan koalisi bagi-bagi kursi atau koalisi transaksional. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang tadinya sudah dengan tegas mendukung Prabowo, belakangan dibatalkan oleh sejumlah pengurus teras partai tersebut.

Menurut saya, partai-partai berbasis massa Islam pada akhirnya akan lebih memilih berkoalisi dengan Partai Gerindra daripada dengan PDI Perjuangan maupun Partai Golkar. Sedikitnya ada tiga faktor yang membuat peluang Partai Gerindra lebih didukung partai-partai Islam daripada dua poros koalisi lainnya.

Pertama, secara ideologis platform Partai Gerindra lebih bisa diterima bahkan didukung oleh partai-partai Islam. Partai Gerindra yang menonjolkan nasionalisme dan antidominasi asing lebih nyetel dengan aspirasi sebagian besar konstituen partai-partai berbasis massa Islam. Kedua, secara historis tidak pernah ada friksi antara partai-partai berbasis massa Islam dengan Prabowo Subianto maupun dengan Partai Gerindra. Bahkan saat masih aktif di dinas kemiliteran Prabowo dikenal sebagai sosok perwira yang selalu membela kepentingan ormas-ormas Islam yang dimarjinalkan rezim OrdeBaru.

Ketiga, sikap PDI Perjuangan yang katanya tidak menghendaki koalisi transaksional secara tidak langsung menguntungkan posisi Partai Gerindra. Prabowo akan menjadi alternatif bagi partai-partai yang kecewa terhadap sikap Jokowi dan PDI Perjuangan.

Dari empat partai Islam yang kemungkinan lolos PT, tampaknya hanya PKB yang tidak akan berkoalisi dengan Partai Gerindra. Ada dua penyebab utama mengapa peluang PKB bergabung dengan Partai Gerindra sangat kecil. Pertama, secara psikologis keberadaan Yenny Wahid di belakang Prabowo Subianto akan menjadi penghambat bergabungnya PKB Muhaimin Iskandar dengan Partai Gerindra. Kedua, karena merasa menjadi partai terbesar di kalangan partai-partai berbasis massa Islam, PKB pasti mengsyaratkan posisi cawapres jika ditawari koalisi dengan Partai Gerindra. Tuntutan ini belum tentu dikabulkan Prabowo.

Setidaknya Partai Gerindra akan memperoleh dukungan dari PKS dan PAN untuk mengusung Prabowo sebagai capres.Jika PKS tidak terjebak sikap pragmatisme dan konsisten dengan isu-isu nasional yang mereka perjuangkan selama ini, hampir pasti PKS akan berkoalisi mendukung Prabowo. Secara platform dan ideologis, banyak persamaan antara PKS dengan Partai Gerindra. Sedangkan PAN juga sangat besar kemungkinannya berkoalisi dengan Partai Gerindra jika benar Prabowo memilih Hatta Rajasa sebagai cawapresnya.

Selain partai-partai Islam, Partai Demokrat juga berpeluang besar untuk bergabung dengan Partai Gerindra jika Dahlan Iskan atau Gita Wiryawan dipilih oleh SBY menjadi cawapres. Jika SBY memilih Pramono Edhie Wibowo sebagai cawapres maka pilihan koalisi Partai Demokrat adalah Partai Golkar. (Dr Umar S Bakry adalah Sekjen Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia- AROPI)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.