Demo Tuntut Stop Kriminalisasi, Dokter: Kami Juga Manusia

Demo dokter di Bunderan HI, Jakarta.
JAKARTA, JO- Aksi solidaritas yang ditunjukkan para dokter dengan menggelar aksi demo dan mogok di berbagai daerah di Indonesia, membuat pelayanan berhenti sejenak, meski untuk beberapa daerah berbeda-beda bentuk aksi yang dilakukan.

Di Jakarta, Rabu (27/11) pagi tadi, pantauan Jakarta Observer, ratusan dokter sudah berkumpul di Bunderan HI, Jakarta Pusat. Mereka melakukan aksi solidaritas menuntut dihentikannya kriminalisasi kepada dokter yang kemudian berakhir di depan Istana Negara dan kantor Mahkamah Agung (MA) yang jaraknya memang berdekatan.

Di tengah sengatan matahari, para dokter yang memakai baju putih dengan lengan dililitkan pita hitam meneriakkan keprihatinan atas kasus hukum yang menimpa dr Dewa Ayu dan dua dokter lainnya yang sudah dihukum dengan tuduhan melakukan malpraktik.

Mereka membawa berbagai spanduk yang menyampaikan pesan "Stop Kriminalisasi Dokter". Peserta demo datang bukan hanya dari Jakarta tapi juga dari berbagai daerah di Indonesia. "Seluruh dokter Sulawesi Utara dan Gorontalo Menolak Kriminalisasi Dokter" tulis spanduk yang dibawa pengurus IDI Sulut. Hal senada juga disampaikan IDI, DIB dan POGI Kalimantan Selatan.

Di Manado, Sulawesi Utara, massa dokter yang berkumpul di depan Rutan Malendeng, Manado, tempat dua dokter ditahan yakni dr Dewa Ayu dan dr Hendry Simanjuntak, sempat diwarnai haru ketika kedua dokter itu terlihat muncul di hadapan sekitar 200 dokter yang menggelar aksi solidaritas itu.

Kedua dokter itu berdiri di teras lantai dua Rutan Malendeng, dan melambaikan tangan. Keduanya didampingi Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sulut Jimmy Waleleng. Dokter Hendry mengungkapkan isi hatinya kepada rekan-rekannya.

"Terimakasih buat dukungan teman-teman sejawat, para senior terhadap apa yang menimpa kami. Mohon dukungan doa terhadap kami agar perjuangan kami tidak sia-sia," ujar Hendry sambil terbata-bata.

Ucapan itu pun disambut teriakan dari sesama rekan dokter, "Bebaskan, bebaskan . . ."

Sementara di Pekalongan, menggelar aksi solidaritas di depan Monumen Perjuangan 3 Oktober 1945, dengan memberikan bunga putih tanpa maaf kepada masyarakat karena aksi demo ini.

"Mawar putih sebagai permohonan maaf kami kepada pengguna pelayanan rumah sakit, karena aksi kami ini pelayanan kesehatan dihentikan sejenak," tutur dr Sukartono, koordinator aksi.

Sebelumnya, Sekjen PB Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) dr Ari K. Januarto, SpOG, mengatakan, para dokter bukanlah Tuhan tetapi manusia yang berupaya untuk membantu masalah kesehatan masyarakat.

"Kami dokter juga manusia, para masyarakat mungkin lebih menilai hasilnya. Tapi kami selalu mengupayakan yang terbaik untuk pasien sesuai prosedur dan kode etik kedokteran. Lagi-lagi manusia hanya berencana dan Tuhan yang menentukan, seperti kasus itu dari hasil otopsi kan sudah diketahui penyebab kematiannya karena emboli udara," ujar Ari.

Ari menambahkan kasus yang menimpa dokter tidak sama dengan kasus pidana yang melibatkan pelaku kriminal.

"Kami dokter juga memiliki aturan dan MKEK. Dokter bukanlah pelaku kriminal yang semuanya diatur di KUHP. Itu beda. kami berharap masyarakat, ahli hukum dan pemerintah bersama-sama menelisik kasus ini seadil-adilnya," kata Ari. (jo-3)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.